About Us

About Us

Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri, dan menceritakan kisah saya yang kemudian hal ini menjadi inspirasi buat saya untuk mencetuskan ide pembuatan aplikasi yang saya beri nama SURAT. Saya A.B.Ismirna, bertempat tinggal di Makassar, kala itu saya di jatuhi hukuman penjara selama 1 tahun 3 bulan di Rutan Pondok Bambu, Jakarta, atas tindak pidana Narkotika. Selama saya berada di dalam rumah tahanan, saya merasa kesulitan untuk mendapatkan kabar dari pihak keluarga, apalagi saya yang saat itu dipenjarakan di Jakarta sementara pihak keluarga berada di Makassar. Begitu sulit yang saya rasakan, dimana saya harus mengantri yang panjang untuk bisa menghubungi keluarga, bahkan kerap kali setelah kita antri yang panjangpun bel tanda masuk sel sudah berbunyi, dan juga tentunya dengan biaya yang tidak sedikit.

Suatu waktu hal yang mengejutkan dan tanpa saya duga, terlihat sederhana dimana saya menerima surat dari ibu saya, hal tersebut begitu berarti sampai membuat saya menangis sejadi-jadinya yang selama ini tertahan. Kala itu saya berfikir, ini perasaan berlebihan saya saja, hanya saya saja yang merasakan hal tersebut. Sampai suatu malam, saat saya terbangun untuk ke kamar mandi, saya melihat teman sekamar saya yang bernama Wiwi menangis, kemudian sayapun bertanya, ada masalah apa? sesaat dia hanya terdiam kemudian menunjukkan surat yang ternyata dari anaknya. Saya teringat beberapa saat lalu seketika menerima surat dari ibu sayapun, hal yang sama saya rasakan, bercampur aduk, hal yang begitu sulit saya gambarkan. Teringat salah, rindu dan juga penyesalan. Berlalunya waktu, seseorang memanggil saya dengan suara yang lantang, saya yang saat itu berada di lantai atas melihat kearah bawah, dan sambil berteriak saya bertanya, “ada apa kak” ? kemudian diapun menjawab, saya dapat surat dari anak saya, sambil berlari, diapun menghampiri saya yang akhirnya membuat blok kami pada saat itu heboh karena melihat Marni yang kala itu begitu gembira mendapatkan surat yang berisi foto anaknya. Perasaan harupun saya rasakan, sebuah surat yang berisikan foto dan tulisan tangan anaknya yang seadanya membuat kami yang berada diblok itu bisa merasakan kegembiraan yang sama. Tak henti disitu, berkali-kali saya melihat kejadian yang sama, sebuah surat bisa membuat kami yang didalam merasakan bahwa kamipun berarti. Sebuah surat yang sewaktu-waktu dapat kami baca bisa mengobati rasa rindu kami terhadap keluarga. Sebuah surat yang bagi kami sewaktu diluar hal yang biasa, namun sebuah surat saat kami berada di dalam penjara bagaikan sebuah harta yang begitu bernilai.

Saya paham bahwa pemerintah melakukan hal yang membatasi kami terhubung dengan keluarga menjadi hal yang sulit dengan tujuan kami para warga binaan benar-benar menjalankan hukuman kami dengan sebaik-baiknya. Namun, hal yang terluput dari pemerintah adalah dengan kesulitan kami berkomunikasi menimbukkan efek psikologi yang berbeda dan bisa menjadi efek negative di kemudian hari . Dari sedikit cerita yang saya gambarkan diatas saya melihat kurangnya sistem berkomunikasi antara warga binaan baik dengan pihak keluarga maupun teman, selain itu merujuk kepada aturan tentang hak dan kewajiban napi sebagaimana yang tertuang dalam peraturan pemerintah nomor 32 Tahun 1992 tentang Syarat dan Pelaksanaan Hak Warga Binaan, Pasal 52, poin 2 dimana Warga Binaan memiliki Hak Surat Menyurat, namun dengan kondisi di era sekarang ini hal tersebut sudah tidak sesuai lagi di era sekarang ini, yang seharusnya ada solusi untuk hal tersebut dengan tetap tidak menyalahi aturan yang berlaku. Berdasar hal tersebutlah saya terfikirkan untuk membuat aplikasi berbentuk surat digital, dengan adanya aplikasi ini memudahkan keluarga berkomunikasi tanpa harus datang atau berkunjung, dan dengan adanya komunikasi yang mudah melalui pengalaman dan riset yang saya lakukan selama saya berada didalam rutan Pondok Bambu, kondisi psikologi yang berbeda antara warga binaan yang mendapat perhatian dan tidak mendapat perhatian, kecenderungan warga binaan yang mendapat perhatian, berfikir tidak akan mengulangi lagi atau mengecewakan orang atau keluarga yang telah meluangkan waktu dan memberi perhatian, sementara warga binaan yang tidak mendapatkan perhatian cenderung bermasa bodoh atau berfikir pendek, “sudah terjadi seperti ini mending jatuh sekalian”, begitulah penuturan beberapa warga binaan yang tidak mendapat perhatian dari pihak luar

Setelah setahun kurang di potong dengan pengajuan pembebasan bersyarat saya dikabulkan akhirnya sayapun dibebaskan, tidak berhenti sampai disini, rasa penasaran saya terhadap adanya celah yang mungkin tidak terfikirkan oleh pemerintah terhadap situasi ini, akhirnya sayapun melakukan riset saya berikutnya, dimana setelah saya bebas saat itu saya berstatus sebagai pengunjung,setahun saya masih kerap kali melakukan kunjungan ke Rutan Pondok Bambu sembari membesuk teman yang masih berada disana, sayapun melakukan riset dimana saya mengalami sendiri lelahnya melakukan kunjungan, dimana kita harus mengantri, meluangkan waktu, tenaga dan juga biaya. Disini saya berfikir, karena alasan itulah tidak sedikit warga binaan yang awalnya sering mendapat kunjungan lambat laun para keluarga, teman tidak berkunjung lagi, dan akhirnya kami para warga binaan seperti orang terbuang. Kunjungan buat kami sangat berarti, bukan barang yang kami butuhkan, didalam kami telah tercukupi, bagi kami warga binaan, kami tidak akan mati kelaparan, tidak perlu membayar listrik maupun air, tapi yang kami butuhkan adalah kepeduliaan, kamipun manusia biasa yang butuh kasih sayang sama seperti orang diluar sana, sekalipun kami penuh salah.

Sayapun mencari tau lewat internet, pada saat itu saya melakukan halaman pencarian di google, dengan clue kisah sukses narapidana, dan tanpa sengaja akhirnya saya menemukan sebuah kisah yang sama dengan yang saya alami. Seorang napi, yang bernama Frederick Hutson, kala itu dia baru berusia 24 tahun dan tinggal di St. Petersburg, Florida, Amerika Serikat ketika dia divonis hukuman penjara atas tuduhan perdagangan narkoba. Mantan Veteran Angkatan Udara itu menghabiskan empat tahun di penjara dan dipindahkan ke delapan lembaga pemasyarakatan yang berbeda. Hutsons merasakan kehidupan penjara yang begitu mengasingkan. Ditambah fasilitas untuk panggilan telepon antar negara bagian untuk narapidana harus menghabiskan biaya yang mahal. Selain dengan dunia luar, penjara membuat narapidana asing dengan keluarga mereka sendiri. Padahal, dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa menjaga narapidana tetap terhubung dengan orang yang dicintai akan membantu mengurangi tingkat kriminalitas. Penderitaan dan keterasingan Hutson sendiri di penjara membawanya ke ide bisnis yang hebat. Selama hari-harinya di penjara ia menghabiskan waktu dengan merencanakan bisnis. Hutson bahkan membuat spreadsheet di atas kertas biasa dari perpustakaan hukum. Setelah dibebaskan, dia telah melakukan brainstorming struktur dasar untuk perusahaan yang ia dirikan, Pigeonly. Ia mengukur dan merencanakan ide bisnisnya ini dengan jelas dan terstruktur. Pigeonly hadir di tahun 2012 berupa aplikasi untuk menghubungkan narapidana dengan keluarga melalui panggilan telepon dan foto. Hutson meyakini bahwa dirinya telah menemukan peluang dan ide bisnis yang brilian. Kesempatan ini membuatnya menjadi CEO Pigeonly. Kini Pigeonly adalah startup terkemuka di bidang komunikasi. Produk perusahaan melayani narapidana, keluarga dan orang yang mereka cintai. Berdasarkan kisah yang saya alami dan juga kisah Frederick Huston, jelas bahwa tidak sedikit dari kami bahkan seluruh warga binaan membutuhkan kepeduliaan dari pihak luar, bahkan sepucuk surat begitu berarti buat kami.

MEET OUR TEAM

A.B. ISMIRNA,SH

FOUNDER & CEO

HILDANIATY DALMI

CO FOUNDER. COO & CFO